Jumat, 19 Juli 2019

PERMASALAHAN PENGENDALIAN DAN PENGATURAN DIRI DARI ANAK PUTUS SEKOLAH FORMAL


Agus Syarifudin

Setiap manusia saat melakukan relasi sosial atau interaksi sosial haruslah memiliki pengendalian diri yang baik.  Hal ini terkait dengan norma-norma yang berlaku.  Bagaimana perilaku individu sebagai entitas sosial dibatasi oleh aturan-aturan tidak tertulis maupun aturan tertulis. Hal ini penting agar terjadi hubungan timbal balik yang menguntungkan bagi kedua pihak yang melakukan interaksi baik secara sosial dan ekonomi.  Oleh karena adanya peraturan tersebut maka setiap individu harus punya pengendalian diri atas segala perilaku yang berwujud saat transaksi ekonomi dan atau relasi sosial dilakukan. 

Pengaturan diri ini dijaman digital pun diatur dengan ketat. Bagaimana perilaku haruslah sesuai aturan yang berlaku di komunitas sosial itu berada. Semua norma-norma itu membatasi tindakan perilaku yang merusak tatanan sosial yang ada.  Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar semua perilaku yang dilakukan dapat menjadi normatif atau sesuai dengan norma. Namun juga terkait dengan kebermanfaatan dari perilaku, maka perilaku yang dimunculkan pun haruslah memiliki produk berupa karya ataupun suatu hal yang memiliki nilai kebermanfaatan.  Nilai yan dapat menjadikan individu berguna di masyarakat dan dibutuhkan.  Bahkan jika memungkinkan, nilai tersebut miliki harga keekonomian dan menjadi nilai ekonomi yang tinggi.

Pengaturan diri atau pengendalian diri dalam bahasa psikologi dan neuropsikologi dapat dikatakan sebagai sebuah self-regulation. Pengendalian dan pengaturan diri ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan pengendalian segala bentuk perilaku yang berwujud.  Perilaku ini dapat  berupa perkataan, tutur bercerita secara tertulis baik secara digital maupun bentuk tulisan lainnya.  Kemudian pengendalian dan pengaturan diri ini mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan, yaitu tujuan yang ia inginkan dan dipenuhi saat berinteraksi dengan manusia lainnya di lingkungan.  Hal ini juga berkaitan dengan proses penyesuaian diri yang terkait dengan siapapun yang ada di lingkungan  saat itu.  Dalam proses penyesuaian diri tersebut, seperti diungkapkan pada paragraf sebelumnya, terdapat aturan-aturan dan batasan-batasan yang ada dilingkungan atau masyarakat.  Diharapkan dari penyesuaian diri ini, maka individu dapat memenuhi dan mematuhi batasan norma sosial yang ada terkait juga dengan konsekuensi yang terjadi baik secara hukum adat, agama, pidana, perdata, dan produk hukum lainnya. 
       
Menurut Barkley (2011) defisnisi pengendalian diri dari perspektif psikologi di dasari dari tiga komponen yaitu: Semua tindakan yang mengarahkan individu; Sebagai hasil perubahan perilaku sebagai apa yang mereka lakukan; Sebagai bentuk perubahan terhadap konsekuensi di masa depan dalam mencapai tujuan (Barkley, 2011). Persepektif ini hanya melihat bagaima individu dilihat secara pribadi.  Namun ditelaah lebih lanjut bahwa hal ini juga terkait dengan fungsi bersosialisasi atau berinteraksi dengan masyarakat ataupun orang lain.  Bagaimana arahan dari individu yang dilakukannya dapat bertinda normatif dan produktif sehingga tidak akan mengganggu orang lain dan juga suatu komunitas masyarakat.  Kemudian dalam berinteraksi sosial ini terjadi juga proses kompromi dan penyesuaian diri sesuai tuntutan dan keinginan dari manusia lain dan juga komunitas sosial. Oleh karena itu setiao individu harus bersifat lentur atau fleksibel dalam bertranskasi dan berelasi sosial dengan siapapun agar dapat diterima oleh berbagai pihak dengan tangan terbuka,  Karena dari setiap perilaku yang terjadi memiliki dampak akibat atau konsekuensi bagi mereka yang melakukannya.
      
     Berkaitan dengan hal yang disebutkan pada paragraf sebelumnya, maka jelas dalam melakukan hubungan sosial ataupun transkasi ekonomi, seorang individu harus memiliki kemamuan untuk menahan diri yang dikaitkan dengan pengendalian diri. Bagaimana dia mampu menahan olah pikiran yang aktif ataupun pasif dengan segala kelebihan dan kekurannya. Selain itu juga bagaimana menahan emosi yang bergejolak ataupun yang cendrung tenang namun memiliki kemampuan menghanyutkan yang dahsyat ditahan dengan segala upaya agar menjadi produktif dan normatif. Dan terakhir adalah bagaimana menahan perilaku yang berwujud apapun baik mimik wajah, gerakan tubuh baik tangan dan kaki, perkataan tertulis dan terucap, posisi tubuh, dan semua produk dari perilaku secara umum dapat dikatakan sebagai gesture harus dikendalikan dengan paripurna. 

Jika dikaitkan dengan pembahasaan dalam fungsi sel saraf dan olah perilaku, olah pikir, dan olah perasaan maka akan dihubungkan dengan fungsi menahan segala informasi dan respon terkait informasi dari lingkungan atau disebut juga sebagai (inhibisi), fungsi kemampuan untuk mengeksekusi prikiran, perassan dan perilaku di otak atau disebut dengan fungsi eksekutif, daya ingat seseraoang terkaitkejadian masa lalu yang dihubungkan dengan peristiwa saat ini, kelenturan dalam berpikir, penalaran, pemecahan masalah yang dihadapi, dan perencanaan suatu tindakan (Martínez, Prada, Satler, Tavares & Tomaz, 2016).   

Terkait dengan siswa yang putus sekolah dari sekolah formal, hal ini terjadi gangguan dalam proses yang dijelaskan di atas.  Bagaimana seorang siswa tidak mampu mengikuti aturan yang ada di sekolah.Terkait apapun itu bentuknya, keluarga pun memiliki andil dalam pembentukan perilaku yang berwujud di sekolah.  Hal ini juga terkait tata kelola keuangan serta tata kelola perilaku yang terkait dengan keilmuan sosial dan ekonomi sehingga siswa mampu bersekolah. Jika seorang siswa dan keluarganya tidak memiliki kemampuan berstrategi yang baik sehingga dapat bertahan di sekolah formal, maka dapat dikatakan entitas sosial yaitu keluarga tersebut mengalami masalah.  Hal tersebut menyatu dalam bentuk keluarga yaitu ada orang tua dan anak. 

Oleh karena itu peran keluarga dalam pendidikan adalah penting.  Jangan dianggap sepele.  Pemerintahpun telah mengakomodir pendidikan di tingkatan keluarga dalam bentuk pendidikan informal yang dilembagakan dalam pendidikan non formal.  Oleh karena itu pendidikan di Indonesia sudah mencakup pendidikan formal yaitu sekolah, pendidikan non formal yaitu pendidikan kesetaraan dalam Paket A,B, dan C, serta pendidikan informal, yaitu di dalam keluarga. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya mengakomodir keinginan dari masyarakat dan warga negaranya agar tidak ada anak tidak sekolah (ATS). 

Sehingga jika ada anak yang putus sekolah karena ada masalah dalam pengendalian diri dan pengaturan diri di sekolah formal, mereka tetap dapat bersekolah. Hal ini penting karena mereka harus memiliki ijasah agar dapat memiliki nilai kompetensi untuk bersaing di dunia kerja. Sangatlah naif jika bersaing di dunia kerja tidak memiliki sertifikasi dan hanya mengandalkan keterampilan otodidak saja. Karena lembaga formal baik perusahaan dan lembaga negara membutuhkan sebuah surat atau sertifikat yang menyatakan kemampuan yang dimilikinya memiliki standar baik secara nasional maupun internasional.  Hal ini dilakukan pemerintah penting untuk melindungi setiap warga negaranya yang ada di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu putus sekolah tidak menjadi alasan untuk tidak bersekolah. Program pendidikan kesetaraan telah dilakukan dari puluhan tahun lalu dan diakui setara dengan pendidikan formal dengan tingkatan SD, SMP, dan SMA.  Sudah saatnya ego pribadi dari keluarga dipinggirkan. Meskipun bersekolah internasional namun jika tidak tunduk dengan aturan negara, maka ijasah yang diperoleh tidak diakui oleh negara.  Hal ini amat menyakitkan karena berbagai lembaga pemerintah dan swasta meminta ijasah berstandar nasional dalam menerima karyawannya.  Jangan sampai ego sesaat membuat buah hati sengsara di kemudian hari hingga mengeluarkan uang yang lebih besar agar dapat bersekolah di tingkatan universitas di Indonesia dan atau bekerja di lembaga pemerintah dan swasta.

Referensi
Barkley, R. A. (2011). The important role of executive functioning and self-regulation in ADHD. Diambil dari  www.russellbarkley.org/factsheets/ADHD_EF_and_SR.pdf, Diakses 28 Maret 2017.
Martínez, L., Prada, E., Satler, C., Tavares M.C.H., & Tomaz, C. (2016). Executive dysfunctions: The role in Attention Deficit Hyperactivity and post-traumatic stress neuropsychiatric disorders. Front. Psychol., 7:1230. doi: 10.3389/fpsyg.2016.01230.
     



Rabu, 17 Juli 2019

ANAK PUTUS SEKOLAH, KESULITAN BELAJAR & DIAGNOSTIK


Agus Syarifudin

Seperti pada tulisan saya sebelumnya, bahwa anak putus sekolah diduga mengalami gangguankesulitan belajar.  Hal ini penting diwaspadai, karena fenomena kesulitan belajar adalah fenomena gunung es. Sedikit terlihat diermukaan, namun banyak dan bersifat laten atau tak terlihat. Jika anak mengalami hambatan kemampuan menulis, membaca,dan berhitung di bandingkan anak usia bersekolah pada umumnya, maka diduga mereka mengalami kesulitan belajar.

Secara umum anak dengan kesulitan belajar mengalami masalah dalam kapasitas dan kecepatan memproses informasi, mengolah perasaan dan perilakunya menjadi normatif dan produktif, seperti anak normal lainnya yang sebaya secara usia biologis. Oleh karena itu untuk memastikan sumber penyebab dan jenis gangguan yang terjadi, perlu dilakukan pemeriksaan psikologis yang murah, meriah, dan tepat kepada sumber gangguan secara fungsi. Untuk lebih lanjut terkait dengan masalah struktural neurobiologis, yaitu otak dan sistem koordinasi tubuh dapat dilakukan dengan pengukuran elektroensefalografi (EEG).

Hal yang dipaparkan pada paragraf di atas sesuai dengan VandenBos, (2007).  Bahwa untuk tujuan diagnostik, kesulitan belajar adalah kondisi yang ada saat kinerja seseorang saat ini pada pengujian prestasi secara substansial (biasanya 2 standar deviasi) di bawah yang diharapkan untuknya kecerdasan, usia, dan tingkat yang mapan (VandenBos, 20007).  Kalimat di atas jelas,bahwa anak kesulitan belajar mengalami penurunan prestasi dibandingkan kemampuannya di tingkatan kelas sebelumnya. Oleh karena itu hal ini tidak boleh dianggap sepele. Hal ini terkait dengan fungsi psikologis,yaitu kemampuan berpikir, mengolah perasaan, dan perilaku;serta fungsi neurobiologis, yaitu apakah ada masalah dari struktur otak dan atau zat kimiawi  di otak yang kurang mencukup.Zat kmiawi di otak adalah neurotransmiter yang dibutuhkan saat mengerjakan tugas seperti serotonin dan dopamine.

Deteksi kesulitan belajar bagi orangtua dan guru, dan atau pihak sekolah dapat dilakukan dengan observasi dan seleksi secara wawancara kepada orang tua dan atau pengasuh.  Saat anak berusia sekolah, yaitu saat masuk di sekolah dasar, maka dapat dicirikan akan mengalami gangguan kesulitan belajar, jika mengalami masalah sebagai berikut:

1.       Adanya masalah sensori (sensory integrasion dysfunction; sensory processing disorder) pada usia bawah tiga tahun.
Masalah sensori atau pengideraan tidak dapat dianggap sepele.  Karena fungsi otak dapat menjadi optimal jika sensori atau penerimaan rangsang telah mencukupi.  Mencukui dalam menerima informasi dari luar lingkungan, mampu mengolahnya dengan baik oleh otak dan sistem koordinasi di otak serta saraf tulang belakang, dan mampu merespon sesuai dengan konteks situasi saat itu.  Ini adalah sederhana,namun bagi anak dengan kesulitan belajar, hal ini amatlah berat.  Mereka harus bekerja keras dan dilatih secara terus menerus dalam melakukan koordinasi yang baik, hingga mampu merespon sesuai konteks, tugas, dan situasi pada saat itu.

2.       Adanya keterlambatan bicara pada usia todler (PAUD dan TK).
Keterlambatan bicara adalah terkait dengan kemampuan berbahasa dari seorang anak. Hal ini menandakan adanya masalah psikologis seperti pola asuh, yang kurang memberikan rangsangan kepada anak agar mampu berkomunikasi dengan baik sesuai dengan usia biologisnya.  Keterlambatan bicara karena kurangnya rangsangan ini amat berbahaya, karena dapat merusak pertumbuhan sel saraaf tidak optimal seperti usia biologisnya.  Pertumbuhan dan perkembangan sel saraf sesuai dengan jumlah rangangan yang diterima oleh tubuh.  Jika banyak rangsangan yang diterima maka pertumbuhan sel saraf dan sinapsis yang terjadi akan semakin optimal juga.

Di sisi lain jika memang sudah sering dan sangat maksimal dirangsang, namun tetap ada masalah dalam keterlambatan bicara, maka anak tersebut mengalami masalah dalam struktur neurobiologis di otak, dan atau saraf tulang belakang.  Sistem koordinasi dalam perilaku berbahasa tidak optimal, bisa di atas optimal dan atau di bawah optimal. Oleh karena itu sifatnya abnormal atau tidak normal.  Hal ini harus menjadi perhatian ibu dan ayah kandung sejak usia baru lahir, khususnya dibawah 18 bulan.  Karena masalah Austism Spectrum Disorder terkait dengan kemampuan bahasa, dan interaksi sosial terjadi dan dapat didiagnosa pada usia tersebut.

3.       Kesulitan membaca, menulis, dan berhitung pada usia TK dan awal sekolah dasar
Jika anak sudah masuk usia sekolah maka penangananya harus lebih ekstra keras, karena ada target nilai atau KKM dari siswa oleh pihak sekolah.  Oleh karena itu pemeriksaan yang dilanjutkan dengan terapi, harus dilakukan hingga intensitas dari gangguan kesulitan belajar ini menurun bahkan sembuh.  Usia ini akan lebih optimal, jika dilakukan pada usia bermain di tingkatan PAUD dan Taman Kanak-Kanak. Perbaikan yang terjadi akan lebih mudah, karena terbantukan oleh masa keemasan tumbuh kembang anak akibat pertumbuhan biologis.  Perbaikan sel saraf dan organ otak, serta saraf tulang terpebaiki dengan stimulus rangsanyan yang terstruktur dan dinamis melalui kegiatan bermain di sekolah dan kegiatan terapi di pusat terapi.  Hal ini harus dilakukan secara paralel dan dengan pendekatan yang lembut serta kesukarelaan dari anak, agar perbaikannnya menjadi hebat!  Hal ini merupakan bentuk terapi secara neuropsikologi bagi anak kesulitan belajar.  Bagaimana kegiatan ini dengan kelembutan dapat merubah struktur neurobiologis otak dan sel saraf tulang belakang dengan kecepatan perbaikan yang dibantu oleh tumbuh kembang anak. 

Untuk pemerikasaan dan terapi kesulitan belajar di daerah Jakarta Selatan dapat dilakukan di KLINIK PSIKONEUROLOGI HANG LEKIU.  Klinik ini melakukan pendekatan neuropsikologi dalam pengukuran atau assessment kesulitan belajar berupa tes fungsi psikologi dari anak yang diduga mengalami masalah, serta fungsi dari struktur neurobiologis otak melalui alat ensefalografi. Setelah assesament dan konseling hasil test dilakukan, maka akan dirujuk dengan berbagai jenis terapi untuk usia dibawah 8 tahun diantaranya adalah terapi sensori integrasi, terapi metakognitif sensori integrasi, dan terapi metakognitif.    Saat ini, klinik inilah yang mampu melakukan pemeriksaaan dengan ensefalografi sebagai bentuk de facto dari pelayanan neuropsikologi.   Untuk informasi dan keterangan lebih lanjut dalam pelayanan neuropsikologi dari KLINIK PSIKONERUOLOGI HANG LEKIU dapat menghubungi Ibu Sulastri 08577673327. 

Referensi

VandenBos, G. R., & American Psychological Association. (2007). APA dictionary of psychology. 2nd eds. Washington, DC: American Psychological Association



KESULITAN BELAJAR DAN KAITANNYA DENGAN ANAK PUTUS SEKOLAH SATUAN PENDIDIKAN FORMAL DI TINGKATAN SEKOLAH DASAR


Agus Syarifudin

Anak putus sekolah di tingkatan sekolah dasar dalam Kurikulum Tahun 2013 atau lebih sering disebut dengan K-13,pada umumnya mengalami masalah kesulitan belajar.  Masalah ini terjadi, saat siswa mengalami kegagalan dalam mengikuti materi pelajaran di kelas.  Masalah tersebut dapat terjadi karena kemampuan dan kecepatan memproses informasi dalam pikirannya, kemampuan dalam mengolah perasaan layaknya siswa normal dan pada umumnya; serta kemampuan menjaga perilaku di kelas dan sekolah agar tetap mampu normatif dan produktif.

Kesulitan belajar menurut VandenBos (2007) dalam Kamus Psikologi yang berjudul APA dictionary of psychology, adalah salah satu dari berbagi kondisi dengan dasar neurologis yang ditandai dengan substansial kekurangan optimlnya funggsi atau sebagai bentuk defist dalam memperoleh keterampilan akademis di sekolah, atau disebut juga sebagai kemampuan skolastik.   Hal ini khususnya yang terkait dengan tulisan, atau ekspresif bahasa.  Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa permasalahan utama dari kesulitan belajar adalah kemampuan berbahasa. 

Terkait dengan uraian dari VandenBos (2007) disebutkan di atas bahwa terjadi adanya masalah neurobiologis.  Permasalahan ini dapat terjadi secara struktural, yaitu bentuk yang tidak normal dari jaringan dan organ saraf seperti otak dan saraf tulang belakang. Akibat ketidaknormalan ini maka fungsi biologis dari sistem koordinasi ini berbentuk olah pikiran, olah perasaan, dan olah perilaku yang tidak sesuai dengan suatu bentuk kenormalan dari siswa pada umumnya.  Hal ini adalah terkait dengan bagaimana fungsi saraf berguna dalam mengaktifkan kemampuan berbahasa.  Bagaimana kemampuan berbahasa ini sesuai dengan kebutuhan dan dapat ditampilkan dengan optimal sehingga orang kedua, dan ketiga dalam lingkungan mengerti terhadap apa yang dimaksudkan oleh siswa.  

Kemampuan berbahasa penting di dalam seseorang mengkomunikasikan apa yang ia butuhkan kepada dunia luar, yaitu orang disekitarnya.  Hal ini adalah bentuk bahwa manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya.  Alat yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa.  Oleh karena itu, jika seorang anak mengalami masalah dalam berbahasa, maka masalah ini adalah kritilkal dan fundamental. Karena dapat dipastikan mereka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Akibat kelemahan ataupun kesulitan dalam berbahasa ini, maka mereka akan mengalami gangguan yang lebih kompleks dalam sudut pandang psikologi, yaitu adanya gangguan berpikir, gangguan dalam mengolah perasaan, dan gangguan dalam mengelola perilakunya di lingkuang. 

Lebih lanjut VandenBos, (2007) menjelaskan bahwa kesulitan belajar termasuk masalah belajar yang dihasilkan dari cacat persepsi, cedera otak, dan disfungsi otak minimal.  Namun hal ini  tidak termasuk disfungsi otak dari gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran; kecacatan intelektual; gangguan emosional; atau lingkungan, budaya, atau faktor ekonomi (VandenBos, 20007). Jelas bahawa dari gambaran ini menjelaskan bahwa kesulitan belajar bukanlah bentuk kecacatan, misal seperti Autisme.  Sedangkan bagi anak dengan  Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas dan Impusivitas (GPPHI) atau sering disebut dengan anak dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) juga merupakan suatu bentuk kecacatan karena memang terjadi gangguan atau perbedaan struktural dari bagian otak yang sifatnya menyebar.  Meskipun demikian terkait dengan ADHD masih banyak perdebatan di dalamnya, karena pada usia dewasa mereka dapat berperilaku normatif dan produktif. Disebutkan juga bahwa ADHD terjadi karena adanya keterlambatan kematangan dari area prefrontal cortex.

Oleh karena itu definisi  kesulitan belajar dalam artian bahwa gangguan ini dapat diperbaiki dan sifatnya tidak menetap.   Berarti melalui pengukuran pencitraan otak dan atau fungsi otak melalui alat ukur psikologi, maka masalah kesulitan belajar dapat diketahui ada dan atau tidak dari seorang anak.  Hasil pengukuran tersebut juga akan menguak sumber penyebabnya pada jaringan dan organ bagian mana, serta fungsi otak terkait dalam kemampuan berbahasa dan belajar yang bagaimana?  Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, maka akan ditentukan terapi jenis apa yang akan dilakukan dan berapa jumlah frekuensinya dalam sebulan.

Terkait apa yang mesti dilakukan kepada anak kesulitan belajar di rumah adalah bagaimana menguatkan kemampuan dan pemerosesan informasi dalam berbahasa.  Oleh karena itu orang tua dan semua orang di rumah harus dapat berbahasa dengan porsi yang tepat.  Gunakan bahasa-bahasa yang baku sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang Baikdan Benar. Selain itu, penting dalam penguasaan Bahasa Ibu terkait dengan anak kesulitan belajar, yaitu Bahasa Indonesia! Melatih anak kesulitan belajar di rumah dapat dilakukan dengan terapi Metakognitif yaitu dengan menggunakan buku cerita. Khususnya buku cerita yang bergambar,sehingga memudahkan anak dengan kesulitan belajar dalam memaknai cerita yang dibacakan atau dia baca sendiri.  Latihlah pemahaman berbahasa anak kesulitan belajar dengan melakukan tanya jawab terkait dengan materi bacaan yang dilatihnya.  

Lakukan hal ini secara terus menerus hingga kemampuanberbahasanya membaik layaknya anak normal seusia biologisnya.  Jika kemampuan berbahasa dari anak kesulitan belajar sudah membaik, maka intensitas masalah dari kesulitan belajar pun akan menurun dengan drastis dan pencapaian akademik pun menjadi mumpuni.   



Referensi
VandenBos, G. R., & American Psychological Association. (2007). APA dictionary of psychology. 2nd eds. Washington, DC: American Psychological Association

Minggu, 14 Juli 2019

LAYANAN PSIKOLOGI DI PKBM KRAMAT PELA




PKBM KRAMAT PELA bekerjasama dengan Pusat Studi dan Aplikasi Keilmuan menyelenggarakan pelayanan psikologis. Pelayanan ini dilakukan oleh Pusat Studi dan Aplikasi Keilmuan berupa layanan untuk psikologi pendidikan dan psikologi klinis anak.

Layanan psikologis ini berupa pemeriksaan psikologis dari staf Pusat Studi dan Aplikasi Keilmuan berupa layanan test minat dan bakat, serta pengukuran perilaku terkait gangguan berpikir, dan perilaku dari anak putus sekolah.  Pemeriksaan ini dibawah naungan psikolog Septi Karlina Utami, S.Psi., M.Psi., Psi., yang merupakan psikolog klinis anak lulusan dari Universitas Padjajaran.
Secara umum, anak yang dari putus sekolah formal kemungkinan besar mengalami gangguan psikologis.  Gangguan ini berupa penyimpangan dalam berpikir, penyimpangan dalam olah perasaan, dan penyimpangan perilaku dibandingkan siswa normal yang bersekolah di sekolah umum, atau satuan pendidikan formal. 

Untuk memastikan apakah terjadi penyimpangan, maka perlu dilakukan tes psikologi.  Dan jika memang terkonfirmasi adanya penyimpangan, maka akan dilihat sejauh mana penyimpangan yang terjadi.  Apakah tingkatannya parah, sedang, dan atau ringan. Tentu saja hal ini perlu dikonfirmasi dari sebuah hasil test psikologis.  

Pelayanan psikologis ini selaras dengan aktivitas PKBM KRAMAT PELA, dengan pengelola Ibu Wisudarini, S.Psi. yang merupakan lulusan Fakultas Psikologi, Univesitas Indonesia.  Beliau sangat peduli terkait dengan pembajaran, karakter siswa, serta masa depan dari siswa di PKBM KRAMAT PELA setelah mereka lulus dari Program Paket A, B, dan C. Bahkan kedepannya akan dibuka kursus berupa life skill dan soft skill yang mampu membuat peserta didik mampu bertahan dan berhasil di dunia kerja.

Selain itu, Pusat Studi dan Aplikasi Keilmuan didirikan oleh seorang neurosaintis,Agus Syariffudin, lulusan Departement Biologi FMIPA Universitas Indonesia.  Beliau sudah malang melintang selama delapan tahun di dunia keilmuan neuropsikologi dan neuropsikiatrik.  Pengalaman beliau selama delapan tahun di Klinik Psikoneurologi Hang Lekiu yang telah melakukan insiasi kerjasama dengan berbagai instansi besar seperti Department Psikiatrik Rumah Sakit Angkatan Darat dan Rumah Sakit Kepresidenan Gatot Subroto, Faklutas Psikologi Universitas Gadjah Mada, serta Badan Anti Narkotika Nasional (BNN), serta program revitalisasi Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) khususnya untuk LAPAS Narkotika di bawah Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Departemen Kementrian 

Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia. 
Diharapkan dengan pelayanan psikologis ini, maka pelayanan pendidikan non formal, khususnya pendidikan kesetaraan menjadi lebih optimum. Hal ini dikarenakan calon dan atau siswa yang terdaftar di PKBM KRAMAT PELA apakah memiliki masalah psikologis atau tidak.  Jika memiliki masalah psikologis, maka akan diberikan pelatihan dalam bentuk program pendidikan.  Sebuah pelatihan yang mampu menurunkan intensitas gangguan yang terjadi pada siswa tersebut.  Untuk informasi dan keterangan lebih lanjut dari layanan psikologi ini dapat menghubungi saudara Syarif di 08561785391 (WA/SMS/TELP).   

ANAK PUTUS SEKOLAH KARENA GANGGUAN KESULITAN BELAJAR GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN (ATTENTION DEFICIT DISORDER/ADD)



Perjuangan anak kesulitan belajar di sekolah formal (SD, SMP, da SMA), terlebih khususnya sekolah negeri, amatlah berat! Beban kurikulum saat ini tidak mengakomodir anak dengan gangguan kesulitan belajar, khususnya pada tingkatan Sekolah Dasar (SD).  Oleh karena itu pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan tindakan memaksa kepada manajemen sekolah dasar negeri untuk menerima anak kebutuhan khusus (ABK) dan anak kesulitan belajar dan menamakan diri mereka sekolah inklusi. Namun pada prakteknya inklusi yang dilakukan tidak memiliki program khusus dan tetap sama dengan sekolah non inklusi.  Hal ini dapat dibuktikan tidak adanya psikolog pendidikan dan atau konselor di sekolah tersebut.

Pada tulisan ini akan membahas tentang bagaimana anak putus sekolah pendidikan formal karena adanya gangguan pemusatan perhatian.  Gangguan pemusatan perhatian dalam kitab psikolog dan psikiatrik yaitu DSM-5 dimasukkan ke dalam kelompok Gangguan Pemusatan Perhatian, Hiperaktivitas dan Impulsivitas (GPPHI) atau dalam bahasa inggrisnya Attention Deficit/ Hyperactvity Disorder (ADHD).  Namun secara kasat mata, anak dengan murni gangguan pemusatan perhatian saja tanpa hiperaktivitas dan impulsivitas tampak berbeda dengan anak hiperaktif!

Secara kasat mata dari pandangan orang tua dan guru di kelas, anak dengan gangguan pemusatan perhatian hampir mirip dengan anak lambat belajar atau slow learner.  Definisi anak dengan ganggguan pemusatan perhatian adalah anak yang pada prinsipnya memiliki gangguan dalam pemusatan perhatian saat mempertahankan perhatian dalam akivitas belajar.  Pada anak slow learner memang mereka tidak mampu memusatkan perhatian karena kapasitan otaknya dalam hal ini juga terkait dengan kecepatan memperoses informasi (IQ) yang rendah.  Sehingga kemampuan untuk berkonsentrasi sulit namun dapat duduk diam, tetapi sulit memahami dan menangkap maksud dari tujuan materi pelajaran.  Sedangkan anak dengan gangguan pemusatan perhatian memiliki kapasitas otak yang lebih baik dari anak lambat belajar, namun mudah teralihkan pemusatan perhatiannya.  Dia mampu duduk diam dan tidak hiperaktif, hanya pikirannya melayang-layang kepada hal imajinasi dan bukan berfokus pada materi pelajaran.  Akibatnya saat ditanya oleh guru dan orang tua saat belajar, dia menjadi tidak mampu menjawab.  Perbedaan lainnya adalah akibat dari gangguan pemusatan perhatian ini, pada anak lambat belajar fokus perhatian sang anak masih mudah diarahkan, karena memang mereka penurut.  Namun pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian sulit diarahkan karena mereka memiliki kapasitas dan kecepatan memproses informasi jauh lebih baik, sehingga tak jarang timbul argumentas-argumentasi yang tidak terduga dari anak dengan gangguan pemusatan perhatian dengan orang tua dan guru. 

Ciri lainnya dalam hal perbedaan anak dengan gangguan pemusatan perhatian dengan anak lambat belajar adalah dalam hal ketekunan.  Anak dengan lambat belajar cenderung tekun dan mampu mengerjakan tugas hingga tuntas meski waktu pengerjaannya lebih lama dari anak normal. Bahkan dia mengerahkan semua tenaga agar tugas yang diberikan dapat selesai. Namun berbeda dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian, dimana mereka sulit untuk tekun.  Mereka ada kecendrungan menolak tugas yang diberikan oleh guru dan atau orang tua.  Mereka selalu berargumen dahulu terkait apa pentingnya melakukan hal tersebut.  Selain itu konsentrasinya mudah terpecah, hingga sesaat belum selesai mengerjakan tugas yang satu, sudah pindah ke tugas yang lainnya. 

Ciri kontradiktif yang lainnya adalah anak dengan gangguan pemusatan perhatian cenderung penyindiri sedangkan anak dengan lambat belajar suka berteman.   Hal ini terjadi karena anak dengan gangguan pemusatan perhatian sulit dimengerti oleh teman sebayanya.  Pikiran dan kreativitasnya jauh melampui mereka sehingga terkesan tidak terhubung dengan teman sebaya di kelas dan atau sekolah, bahkan di rumah.  Hal ini juga terkait dengan minatnya yang berubah-ubahdari anak dengan gangguan pemusatan perhatian sehingga menyebalkan bagi teman sebaya, orang  tua, dan guru mereka. Tidak fokus! Tidak sabaran! Itulah yang terkesan dari anak dengan gangguan pemusatan perhatian. Hal ini juga diperparah dengan pola komunikasi dari anak dengan gangguan pemusatan perhatian yang cenderung aktif berlebihan sedangkan anak lambat belajar lebih santun dan mampu berkomunikasi dengan lambat.

Oleh karena itu anak dengan gangguan pemusatan perhatian mudah sekali untuk mengalami kesulitan di kelas dan sekolah, hingga berujun putus sekolah.  Bermasalah dengan teman dan guru di kelas sehingga orang tua sering bolak balik ke sekolah untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan buah hati. Mereka adalah pribadi deng perilaku yang menyebalkan bagi orang tua, teman, guru dan manajemen sekolah.  Oleh karena itulah anak dengan gangguan pemusatan perhatian membutuhkan terapi psikologi untuk memperbaiki masalah yang ada sehingga intensitasnya menurun. Hal ini penting dilakukan pada saat anak bersekolah di sekolah dasar. Hal ini merupakan tumbuh kembang emas anak, sebelum usia empat belas tahun dimana karakter seorang anak mucali cenderung menentap. Pada usia dibawah empat belas tahun, karakter anak masih mudah diperbaiki, terlebih pada saat usia bermain yaitu di satuan pendidikan usia dini dan taman kanak-kanak.  Sehingga hal ini perlu menjadi perhatian bagi guru dan orang tua pada saat anak telah memasuki usia bermain yaitu di tingkatan pendidikan usia dini dan taman kanak-kanak.

Anak putus sekolah ini tidak hanya berasal dari golongan tidak mampu.  Namun dari golongan yang mampu pun dapat terjadi.  Hal ini karena memang ada permasalahan dari struktur neurobiologi otak.  Selain itu juga terjadi pada ketidakseimbangan dan kadar neurotransmiter atau zat kimiawi di otak.  Dalam hal ini adalah neurotransmiter yang terkait dengan jenisnya sepetri serotonin, dopamine, dan lainnya.  Sehingga penanganan hal ini harus menjadi perhatian orang tua untuk menjaga asupan makanan bagi anak dengan asupan bergizi tinggi. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki fisiologi tubuh anak dengan gangguan pemusatan perhatian secara fisika, kimiar, dan biologis.    

Terkait fungsi psikologis dari anak, maka perlu dilakkukan pemeriksaan psikologi perlu dilakukan pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian di atas berdasarkan ciri uraian di atas.  Pemeriksanaan ini dapat dilakukan oleh psikolog pendidikan dan psikolog klinis anak.  Setelah pemeriksaan dilakukan, maka akan dilanjutkan kepada jenis terapi apa saja yang akan diberikan. Umumnya pada anak usia dini, akan dilakukan terapi sensori integrasi. Hal ini untuk melatik kemampuan memusatkan perhatian khususnya terkait dengan fungsi indera mereka.  Ketuntasan dari terapi dalam bentuk psikoterapi, terapi perilaku, dan lainnya penting dilakukan bagi anak dengan gangguan pemusatan perhatian.  Hal ini untuk memperbaiki masalah yang terjadi, sehingga saat terbentuk karakter dari anak di usia 14-18 tahun, maka intesitas gangguan yang terjadi sudah menurun.   

Layanan pendidikan di PKBM Kramat Pela berfokus kepada layanan dari sisi akademis.  Siswa diharapkan dapat mengikui pembelajaran agar dapat lulus dan memperoleh ijasah..  PKBM di Jakarta Selatan ini tidak memberikan layanan terapi bagi anak kesulitan belajar.  Layanan terapi dapat dilakukan pada klinik tumbuh kembang atau pusat terapi.  Namun pembelajaran secara akademis dapat dilakukan di PKBM Kramat Pela.  PKBM yang terletak di Jl. Benda I, Kelurahan Pulo Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini memberikan layanan pendidikan non formal Paket A (setara dengan SD), Paket B (setara dengan SMP), dan Paket C (setara dengan SMA).  Ijasah yang diperoleh dari Kementerian Penddiikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di masing-masing tingkatan dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi ataupun bekerja di masa depan. Diharapkan dengan ijasah yang diperoleh maka masalah anak putus sekolah akan terselesaikan dan juga memberikan harapan untuk dapat bekerja di masa depan (Agus/PKBM Kramat Pela)

Jumat, 12 Juli 2019

PERMASALAHAN DARI ANAK PUTUS SEKOLAH (PENDIDIKAN FORMAL) DI SATUAN PENDIDIKAN NON FORMAL PUSAT KEGIATAN BELAJAR DAN MENGAJAR (PKBM) DI PROGRAM KESETARAAN PAKET A (SETARA SD), B (SETARA SMP), DAN C (SETARA SMA)

Manusia sebagai paling sempurna memiliki organ luhur yang membedakan manusia dengan bintang.  Organ tersebut adalah otak,dengan kemampuan yang dahsyat! Kemampuan dari otak manusia telah mampu menciptakan teknologi atau benda, serta produk budaya seperti bahasa, adat istiadat, norma-norma, dan produk hukum lainnya.  Oleh karena itu, setiap manusia memiliki potensi yang sama besarnya, tinggal bagaimana setiap manusia memiliki strategi, ketekunan, dan juga pantang menyerah dalam mengoptimal kerja otak mereka.  Hasil kerja otak adalah fungsi kerja otak berupa pengolahan pikiran, penolahan perasaan, dan pengolahan perilaku.  Hasil pengolahan perilaku ini berwujud semua tindakan baik yang dilakukan secara sadar dan ataupun tidak sadar.

Anak putus sekolah dari satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA, terkonfrimasi mengalami permasalahan dalam perspektif psikologi.  Mereka memliki hambatan dalam olah pikiran, olah perasaan, dan olah perilaku.  Hal ini berdampak kepada mereka bahwa munculnya ketidakmampuan menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah dan tingkatannya. Terlepas dari berbagai kendala seperti ekonomi yang sifatnya bukan psikologis,namun hal ini menunjukkan si anak dan atau keluarganya tidak mampu memiliki strategi dalam olah pikir,hingga mampu tetap mencari segala cara agar sang buah hati tetap bersekolah di satuan pendidikan formal,yaitu SD, SMP, dan SMA.

Tulisan ini mencoba menggugah keluarga sebagai entitas sosial dengan hubungan relasi sosial yang kuat di dalamnya,mencoba untuk berkaca, sejauh mana strategi olah pikiran, perasaan, dan perilaku mampu mewujudkan buah hati tetap bersekolah di pendidikan formal dengan kurikulum nasional.  Bagaimana ayah dan ibu sebagai top management di rumah, mampu mengolah segala sumber daya agar buah hati tetap bersekolah di sekolah formal dengan segala kekurangan dan kelebihan dari anak dan keluarga. Jika tidak mampu karena ada permasalahn dari anak dan keluarga dengan segala keterbatasannya, maka pintu terakhir agar buah hati tetap bersekolah,yaitu di pendidikan nonfomal, yaitu di satuan pendidikan PKBM dengan program kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C.

Permasalahan dari fungsi otak atau secara psikologis telah terjadi dan terkonfirmasi ketika anak diputuskan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan. Fungsi otak tersebut terjadi pada pengolahan olah pikir, olah perasaan, dan olah perilaku dari si anak dan orang tua.  Permasalahan ini terjadi ketika buah hati diputuskan untuk bersekolah dan atau bekerja di Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Berbeda halnya, jika anak diputuskan bersekolah dan atau bekerja di luar negeri.  Jika diputuskan untuk bersekolah dan atau bekerja di dalam negeri, maka individu atau siswa beserta keluarga harus mengikuti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Permasalahan yang terjadi pada fungsi otak anak tersebut dapat bersifat neuropsikologi dan neuropsikiatrik yang sifatnya menetap dan atau tidak menetap.  Gangguan yang sifatnya menetap berupa terjadi gangguan yang sifatnya neurobiologis, seperti Autism Spectrum Disorder (ASD) dan kesulitan belajar seperti Gangguan Pemusatan Perhatian, Hiperaktivitas, dan Impulsivitas (GPPHI) atau disebut dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD).  Sedangkan yang sifatnya tidak menetap adalah ketidakmampuan mengatur strategi dari anak dan keluarga dalam mengelola waktu, sumber daya keuangan, dan tata kelola pikiran, perasaan, dan perilaku hingga tidak mampu mengikuti aturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan sekolah formal.  Hal ini berwujud dalam bentuk gangguan berupa stres dan depresi.  Jika tidak diperbaiki segera, maka anak akan mengalami gangguan neurobiologis. Hal ini teradi karena stres dan depresinya tidak tertangani atau telat ditangani, maka harus dibantu dengan bantuan obat.  Maka hal ini meilihat gangguan perilaku tersebut dari sudut pandang neuropsikiatrik.

Oleh sebab itu bagi pengelola PKBM sudah seharusnya melakukan screening atau penampisan gangguan yang sifatnya psikologis dari calon peserta didik.  Apakah calon siswa mengalami masalah secara pola pikir, kemampuan mengolah perasaan dan perilaku untuk tetap normatif dan produktif dalam segala aktivitas di kehidupan sehari-hari.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa psikolog harus terlibat dalam satuan pendidikan non formal Paket A, Paket B, dan Paket C.  Hal ini penting, jika sudah diketahui sumber masalahnya maka akan ditentukan penanganan seperti apa yang akan diberikan kepada siswa agar intensitas masalahnya menurun, dan tetap dapat mengikuti kegiatan belajar dan mengajar pada progam Paket A, Paket B, dan Paket C di PKBM.

Sudah saatnya psikolog pendidikan dan psikolog klinis membantu PKBM yang ada disekitar lokasi praktek mereka untuk melakukan pengabdian masyarakat.  Bagaimana profesi psikolog memperbaiki masalah kualitas hidup dan kesehatan mental yang terjadi pada siswa di PKBM. Sentuhan psikolog Klinis dan psikolog pendidikan akan menjadikan perbaikan yang hebat dalam permasalahan tersebut, untuk masa depan siswa PKBM serta masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga hal ini akan berujud segera di sekitar domisili kita.  Sebuah sinergi dari berbagai profesi di bidang pendidikan dan kesehatan untuk kemaslahatan umat. Hal sederhana namun berdampak hebat dalam hal positif pada suatu komunitas, yaitu PKBM.

Pelayanan di PKBM KRAMAT PELA selain dari sisi akademis, juga memperhatikan aspek kesehatan mental dan kualitas hidup peserta didik.  Permasalahan putus dari sekolah formal di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terjadi adalah suatu permasalahan psikologis yang penting untuk ditangani.  Sebelum penanganan dilakukan akan dilakukan screening atau observasi dari kuesioner, sejauh mana masalah ini terjadi dan bagaimana tingkat keparahan yang terjadi. Dari hasil tersebut akan ditentukan penanganan dalam bentuk pelatihan yang diberikan kepada peserta didik.  Layanan PKBM di Jakarta Selatan ini fokus kepada sisi akademis.  Sehingga diharapkan siswa yang putus sekolah dapat kembali bersekolah dan memperoleh ijasah.  Ijasah yang diperolah ini dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ataupun untuk bekerja di masa depan.  (Agus/PKBM KRAMAT PELA).

Artikel lainnya

Yuk Deteksi Dini Gangguan Belajar Anak! Layanan Pendidikan Inklusi di PKBM Kramat Pela

  Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan d...

Artikel Populer