Agus Syarifudin
Anak putus sekolah di tingkatan sekolah dasar
dalam Kurikulum Tahun 2013 atau lebih sering disebut dengan K-13,pada umumnya
mengalami masalah kesulitan belajar.
Masalah ini terjadi, saat siswa mengalami kegagalan dalam mengikuti
materi pelajaran di kelas. Masalah
tersebut dapat terjadi karena kemampuan dan kecepatan memproses informasi dalam
pikirannya, kemampuan dalam mengolah perasaan layaknya siswa normal dan pada
umumnya; serta kemampuan menjaga perilaku di kelas dan sekolah agar tetap mampu
normatif dan produktif.
Kesulitan belajar menurut VandenBos (2007)
dalam Kamus Psikologi yang berjudul APA dictionary of psychology, adalah salah satu dari berbagi kondisi
dengan dasar neurologis yang ditandai dengan substansial kekurangan optimlnya
funggsi atau sebagai bentuk defist dalam memperoleh keterampilan akademis di
sekolah, atau disebut juga sebagai kemampuan skolastik. Hal
ini khususnya yang terkait dengan tulisan, atau ekspresif bahasa. Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa permasalahan
utama dari kesulitan belajar adalah kemampuan berbahasa.
Terkait dengan uraian dari VandenBos (2007)
disebutkan di atas bahwa terjadi adanya masalah neurobiologis. Permasalahan ini dapat terjadi secara struktural,
yaitu bentuk yang tidak normal dari jaringan dan organ saraf seperti otak dan
saraf tulang belakang. Akibat ketidaknormalan ini maka fungsi biologis dari
sistem koordinasi ini berbentuk olah pikiran, olah perasaan, dan olah perilaku
yang tidak sesuai dengan suatu bentuk kenormalan dari siswa pada umumnya. Hal ini adalah terkait dengan bagaimana
fungsi saraf berguna dalam mengaktifkan kemampuan berbahasa. Bagaimana kemampuan berbahasa ini sesuai
dengan kebutuhan dan dapat ditampilkan dengan optimal sehingga orang kedua, dan
ketiga dalam lingkungan mengerti terhadap apa yang dimaksudkan oleh siswa.
Kemampuan berbahasa penting di dalam
seseorang mengkomunikasikan apa yang ia butuhkan kepada dunia luar, yaitu orang
disekitarnya. Hal ini adalah bentuk
bahwa manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan bantuan dan pertolongan
orang lain dalam memenuhi kebutuhannya.
Alat yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa. Oleh karena itu, jika seorang anak mengalami
masalah dalam berbahasa, maka masalah ini adalah kritilkal dan fundamental.
Karena dapat dipastikan mereka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Akibat kelemahan ataupun kesulitan dalam berbahasa ini, maka
mereka akan mengalami gangguan yang lebih kompleks dalam sudut pandang
psikologi, yaitu adanya gangguan berpikir, gangguan dalam mengolah perasaan,
dan gangguan dalam mengelola perilakunya di lingkuang.
Lebih lanjut VandenBos, (2007) menjelaskan
bahwa kesulitan belajar termasuk masalah belajar yang dihasilkan dari cacat
persepsi, cedera otak, dan disfungsi otak minimal. Namun hal ini tidak termasuk disfungsi otak dari gangguan
penglihatan atau gangguan pendengaran; kecacatan intelektual; gangguan
emosional; atau lingkungan, budaya, atau faktor ekonomi (VandenBos, 20007). Jelas
bahawa dari gambaran ini menjelaskan bahwa kesulitan belajar bukanlah bentuk
kecacatan, misal seperti Autisme. Sedangkan
bagi anak dengan Gangguan Pemusatan
Perhatian Hiperaktivitas dan Impusivitas (GPPHI) atau sering disebut dengan anak
dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder
(ADHD) juga merupakan suatu bentuk kecacatan karena memang terjadi gangguan
atau perbedaan struktural dari bagian otak yang sifatnya menyebar. Meskipun demikian terkait dengan ADHD masih
banyak perdebatan di dalamnya, karena pada usia dewasa mereka dapat berperilaku
normatif dan produktif. Disebutkan juga bahwa ADHD terjadi karena adanya
keterlambatan kematangan dari area prefrontal cortex.
Oleh karena itu definisi kesulitan belajar dalam artian bahwa gangguan
ini dapat diperbaiki dan sifatnya tidak menetap. Berarti melalui pengukuran pencitraan otak
dan atau fungsi otak melalui alat ukur psikologi, maka masalah kesulitan belajar
dapat diketahui ada dan atau tidak dari seorang anak. Hasil pengukuran tersebut juga akan menguak sumber
penyebabnya pada jaringan dan organ bagian mana, serta fungsi otak terkait
dalam kemampuan berbahasa dan belajar yang bagaimana? Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, maka
akan ditentukan terapi jenis apa yang akan dilakukan dan berapa jumlah
frekuensinya dalam sebulan.
Terkait apa yang mesti dilakukan kepada anak
kesulitan belajar di rumah adalah bagaimana menguatkan kemampuan dan
pemerosesan informasi dalam berbahasa. Oleh
karena itu orang tua dan semua orang di rumah harus dapat berbahasa dengan
porsi yang tepat. Gunakan bahasa-bahasa
yang baku sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang Baikdan Benar. Selain itu,
penting dalam penguasaan Bahasa Ibu terkait dengan anak kesulitan belajar,
yaitu Bahasa Indonesia! Melatih anak kesulitan belajar di rumah dapat dilakukan
dengan terapi Metakognitif yaitu dengan menggunakan buku cerita. Khususnya buku
cerita yang bergambar,sehingga memudahkan anak dengan kesulitan belajar dalam
memaknai cerita yang dibacakan atau dia baca sendiri. Latihlah pemahaman berbahasa anak kesulitan
belajar dengan melakukan tanya jawab terkait dengan materi bacaan yang
dilatihnya.
Lakukan hal ini secara terus
menerus hingga kemampuanberbahasanya membaik layaknya anak normal seusia
biologisnya. Jika kemampuan berbahasa
dari anak kesulitan belajar sudah membaik, maka intensitas masalah dari
kesulitan belajar pun akan menurun dengan drastis dan pencapaian akademik pun
menjadi mumpuni.
Referensi
VandenBos, G. R., & American Psychological
Association. (2007). APA dictionary of psychology. 2nd
eds. Washington, DC: American Psychological Association
Tidak ada komentar:
Posting Komentar