Jumat, 12 Juli 2019

PERMASALAHAN DARI ANAK PUTUS SEKOLAH (PENDIDIKAN FORMAL) DI SATUAN PENDIDIKAN NON FORMAL PUSAT KEGIATAN BELAJAR DAN MENGAJAR (PKBM) DI PROGRAM KESETARAAN PAKET A (SETARA SD), B (SETARA SMP), DAN C (SETARA SMA)

Manusia sebagai paling sempurna memiliki organ luhur yang membedakan manusia dengan bintang.  Organ tersebut adalah otak,dengan kemampuan yang dahsyat! Kemampuan dari otak manusia telah mampu menciptakan teknologi atau benda, serta produk budaya seperti bahasa, adat istiadat, norma-norma, dan produk hukum lainnya.  Oleh karena itu, setiap manusia memiliki potensi yang sama besarnya, tinggal bagaimana setiap manusia memiliki strategi, ketekunan, dan juga pantang menyerah dalam mengoptimal kerja otak mereka.  Hasil kerja otak adalah fungsi kerja otak berupa pengolahan pikiran, penolahan perasaan, dan pengolahan perilaku.  Hasil pengolahan perilaku ini berwujud semua tindakan baik yang dilakukan secara sadar dan ataupun tidak sadar.

Anak putus sekolah dari satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA, terkonfrimasi mengalami permasalahan dalam perspektif psikologi.  Mereka memliki hambatan dalam olah pikiran, olah perasaan, dan olah perilaku.  Hal ini berdampak kepada mereka bahwa munculnya ketidakmampuan menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah dan tingkatannya. Terlepas dari berbagai kendala seperti ekonomi yang sifatnya bukan psikologis,namun hal ini menunjukkan si anak dan atau keluarganya tidak mampu memiliki strategi dalam olah pikir,hingga mampu tetap mencari segala cara agar sang buah hati tetap bersekolah di satuan pendidikan formal,yaitu SD, SMP, dan SMA.

Tulisan ini mencoba menggugah keluarga sebagai entitas sosial dengan hubungan relasi sosial yang kuat di dalamnya,mencoba untuk berkaca, sejauh mana strategi olah pikiran, perasaan, dan perilaku mampu mewujudkan buah hati tetap bersekolah di pendidikan formal dengan kurikulum nasional.  Bagaimana ayah dan ibu sebagai top management di rumah, mampu mengolah segala sumber daya agar buah hati tetap bersekolah di sekolah formal dengan segala kekurangan dan kelebihan dari anak dan keluarga. Jika tidak mampu karena ada permasalahn dari anak dan keluarga dengan segala keterbatasannya, maka pintu terakhir agar buah hati tetap bersekolah,yaitu di pendidikan nonfomal, yaitu di satuan pendidikan PKBM dengan program kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C.

Permasalahan dari fungsi otak atau secara psikologis telah terjadi dan terkonfirmasi ketika anak diputuskan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan. Fungsi otak tersebut terjadi pada pengolahan olah pikir, olah perasaan, dan olah perilaku dari si anak dan orang tua.  Permasalahan ini terjadi ketika buah hati diputuskan untuk bersekolah dan atau bekerja di Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Berbeda halnya, jika anak diputuskan bersekolah dan atau bekerja di luar negeri.  Jika diputuskan untuk bersekolah dan atau bekerja di dalam negeri, maka individu atau siswa beserta keluarga harus mengikuti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Permasalahan yang terjadi pada fungsi otak anak tersebut dapat bersifat neuropsikologi dan neuropsikiatrik yang sifatnya menetap dan atau tidak menetap.  Gangguan yang sifatnya menetap berupa terjadi gangguan yang sifatnya neurobiologis, seperti Autism Spectrum Disorder (ASD) dan kesulitan belajar seperti Gangguan Pemusatan Perhatian, Hiperaktivitas, dan Impulsivitas (GPPHI) atau disebut dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD).  Sedangkan yang sifatnya tidak menetap adalah ketidakmampuan mengatur strategi dari anak dan keluarga dalam mengelola waktu, sumber daya keuangan, dan tata kelola pikiran, perasaan, dan perilaku hingga tidak mampu mengikuti aturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan sekolah formal.  Hal ini berwujud dalam bentuk gangguan berupa stres dan depresi.  Jika tidak diperbaiki segera, maka anak akan mengalami gangguan neurobiologis. Hal ini teradi karena stres dan depresinya tidak tertangani atau telat ditangani, maka harus dibantu dengan bantuan obat.  Maka hal ini meilihat gangguan perilaku tersebut dari sudut pandang neuropsikiatrik.

Oleh sebab itu bagi pengelola PKBM sudah seharusnya melakukan screening atau penampisan gangguan yang sifatnya psikologis dari calon peserta didik.  Apakah calon siswa mengalami masalah secara pola pikir, kemampuan mengolah perasaan dan perilaku untuk tetap normatif dan produktif dalam segala aktivitas di kehidupan sehari-hari.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa psikolog harus terlibat dalam satuan pendidikan non formal Paket A, Paket B, dan Paket C.  Hal ini penting, jika sudah diketahui sumber masalahnya maka akan ditentukan penanganan seperti apa yang akan diberikan kepada siswa agar intensitas masalahnya menurun, dan tetap dapat mengikuti kegiatan belajar dan mengajar pada progam Paket A, Paket B, dan Paket C di PKBM.

Sudah saatnya psikolog pendidikan dan psikolog klinis membantu PKBM yang ada disekitar lokasi praktek mereka untuk melakukan pengabdian masyarakat.  Bagaimana profesi psikolog memperbaiki masalah kualitas hidup dan kesehatan mental yang terjadi pada siswa di PKBM. Sentuhan psikolog Klinis dan psikolog pendidikan akan menjadikan perbaikan yang hebat dalam permasalahan tersebut, untuk masa depan siswa PKBM serta masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga hal ini akan berujud segera di sekitar domisili kita.  Sebuah sinergi dari berbagai profesi di bidang pendidikan dan kesehatan untuk kemaslahatan umat. Hal sederhana namun berdampak hebat dalam hal positif pada suatu komunitas, yaitu PKBM.

Pelayanan di PKBM KRAMAT PELA selain dari sisi akademis, juga memperhatikan aspek kesehatan mental dan kualitas hidup peserta didik.  Permasalahan putus dari sekolah formal di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terjadi adalah suatu permasalahan psikologis yang penting untuk ditangani.  Sebelum penanganan dilakukan akan dilakukan screening atau observasi dari kuesioner, sejauh mana masalah ini terjadi dan bagaimana tingkat keparahan yang terjadi. Dari hasil tersebut akan ditentukan penanganan dalam bentuk pelatihan yang diberikan kepada peserta didik.  Layanan PKBM di Jakarta Selatan ini fokus kepada sisi akademis.  Sehingga diharapkan siswa yang putus sekolah dapat kembali bersekolah dan memperoleh ijasah.  Ijasah yang diperolah ini dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ataupun untuk bekerja di masa depan.  (Agus/PKBM KRAMAT PELA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel lainnya

Yuk Deteksi Dini Gangguan Belajar Anak! Layanan Pendidikan Inklusi di PKBM Kramat Pela

  Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan d...

Artikel Populer